Monday, 13 July 2015

Makalah Mengenai Konflik Arab-Yaman (BAB III)

BAB III
PENYELESAIAN

3.1. Peran Serta Negara-Negara Arab Dalam Penyelesaian Konflik Di Yaman.
Keterlibatan negara-negara Arab dalam penyelesaian konflik di Yaman sangat diperlukan, apalagi setelah Amerika Serikat mengumumkan penarikan pasukannya dari Yaman. Amerika Serikat –AS telah mengevakuasi semua personelnya dari Yaman, sehari setelah bom bunuh diri yang menewaskan paling tidak 137 orang di dua masjid di ibukota negara itu.    
Departemen Luar Negeri AS merilis pernyataan tersebut Sabtu (21/3/2015) malam waktu setempat. Sekitar 100 tentara khusus Amerika sempat ditempatkan di pangkalan udara al-Anad, yang juga menjadi tempat peluncuran serangan-serangan pesawat tanpa awak terhadap militan Al Qaeda di Yaman. Namun demikian, Amerika akan terus memantau secara aktif ancaman teror dari wilayah Yaman dan menyiagakan diri untuk mengatasi ancaman tersebut.    
Di tengah memburuknya situasi keamanan, Presiden Yaman, Abd-Rabbu Mansour Hadi, pada Sabtu lalu berpidato untuk pertama kalinya lewat televisi sejak melarikan diri dari tahanan rumah di ibukota bulan lalu. Saat berbicara dari kota Aden, Hadi menuntut pemberontak Houthi Syiah agar meninggalkan semua gedung pemerintah yang mereka duduki, menarik mundur pasukan dari ibukota dan kembali ke perundingan yang ditengahi PBB.   
Melihat situasi yang semakin memburuk di Yaman, Menteri luar negeri Arab Saudi, Saud al-Faisal, Senin (23/3/2015), angkat bicara. Menurut Faisal, negara-negara Arab akan mengambil “langkah-langkah yang perlu” dalam menghadapi pemberontak Houthi di Yaman jika tidak tercapai kesepakatan damai. Artinya negara-negara Arab akan berusaha “melindungi kawasan itu dari agresi” dan mengutuk apa yang disebut “campur tangan” Iran di Yaman.   
Apa yang membuat negara-negara Arab akan membantu Yaman dalam menghadapi pemberontak Syiah Houthi? Alasan pertama adalah adanya permintaan langsung dari Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi agar negara-negara Arab melakukan intervensi militer terhadap pemberontak syiah Houthi. Memang Presiden Mansour Hadi tidak menyebutkan secara jelas intervensi militer yang dimaksudkan, hanya menegaskan pemberontak Houthi harus dihentikan. Alasan kedua adalah keamanan negara-negara Arab, khususnya tetangga terdekat Yaman, seperti Arab Saudi. Tidak tertutup kemungkinan setelah menguasai Yaman, pemberontak Syiah Houthi yang mendapat dukungan dari Iran akan menyerang negara-negara lainnya di kawasan itu, terutama yang menganut paham yang berseberangan dengan paham mereka.
Untuk mencegah pengaruh “perang saudara” di Yaman menyebar ke negara tetangganya, maka campur tangan negara-negara Arab, khususnya Arab Saudi sangat diperlukan. Tapi perlu diingat bahwa tidak semua permasalahan harus diselesaikan dengan kekuatan militer. Perang saudara di Yaman meletus karena adanya dua paham yang berbeda, yang mana satu kelompok merasa ditekan oleh kelompok yang lainnya. Seharusnya masalah seperti ini dapat diselesaikan dengan pembicaraan damai.
Seorang menteri Kabinet Arab Saudi direncanakan memulai pembicaraan di Islamabad pada Senin malam mengenai konflik Yaman.
Beberapa hari sebelumnya Parlemen Pakistan dengan suara bulat mendesak pemerintah agar mempertahankan sikap netral dalam perang pimpinan Arab Saudi melawan petempur Syiah Yaman, Al-Houthi.
Arab Saudi telah meminta Pakistan mengirim jet tempur, kapal perang dan tentara darat untuk perang tersebut ketika Menteri Pertahanan Pakistan Khwaja Asif dan beberapa pejabat senior militer mengunjungi Kerajaan Teluk itu pada bulan ini.
Uni Emirat Arab (UAE), salah sekutu Arab Saudi dalam konflik tersebut, mengutuk keputusan Pakistan itu dan memperingatkan Islamabad nantinya harus membayar mahal atas keputusan tersebut.
Pakistan menepis kecaman itu dan menyebut ancaman UAE sebagai penghinaan terhadap Parlemen Pakistan.
Menteri Urusan Islam Arab Saudi Sheikh Saleh bin Abdulaziz bin Mohammed Ash-Sheikh, yang tiba di Islamabad pada Ahad malam, dijadwalkan mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin Pakistan mengenai peran Islamabad dalam konflik di Yaman.
Menteri Arab Saudi itu, yang berusaha menepis kesan mengenai adanya ketegangan dengan Pakistan, mengatakan dalam pernyataannya setibanya di Islamabad bahwa pesan dengan suara bulat di dalam resolusi oleh Parlemen Pakistan adalah urusan dalam negeri Pakistan.
Resolusi 12-pasal tersebut, yang secara bersama dirancang oleh oposisi dan komisi keuangan, menyatakan parlemen "ingin Pakistan mempertahankan sikap netral dalam konflik di Yaman agar bisa memainkan peran diplomatik proaktif guna mengakhiri krisis tersebut". Resolusi tersebut disahkan dengan dihadiri Perdana Menteri Nawaz Sharif, Jumat (10/4), pada akhir debat lima-hari.
Mayoritas anggota Parlemen menentang keikutsertaan Pakistan dalam konflik di Timur Tengah dengan alasan negara Asia Selatan tersebut masih menderita akibat perannya dalam koalisi pimpinan AS, yang telah menggulingkan rejim Taliban di negara tetangganya, Afghanistan, pada pengujung 2001.
Menteri Arab Saudi tersebut dijadwalkan mengadakan pembicaraan resmi dengan timpalannya dari Pakistan Sardar Yousaf dan diperkirakan menemui Perdana Menteri Nawaz Sharif. Pakistan saat ini menempatkan hampir 1.000 prajurit di Arab Saudi, tapi mereka tidak ditempatkan di sepanjang perbatasan dengan Yaman, kata Menteri Pertahanan Asif.
Rakyat Pakistan terpecah mengenai dukungan militer negeri tersebut dalam konflik Yaman. Namun sangat banyak warga di negara Asia Selatan itu ingin mempertahankan Arab Saudi jika keutuhan wilayah Kerajaan Teluk tersebut terancam mengingat di sana terdapat Tempat Suci Umat Muslim.
3.2. Peran PBB
          Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menyiapkan dana sebesar 275 miliar dolar AS atau sekitar Rp 3.500 triliun sebagai program kemanusiaan guna menyelesaikan konflik Yaman. Dana tersebut akan digunakan untuk membantu warga sipil yang terperangkap dalam konflik yang semakin memburuk di Yaman. 
Dilansir dari BBC, Ahad (19/4), sekitar 150 ribu warga telah mengungsi akibat pertempuran. Selain itu, menurut PBB masih ada 12 juta orang kekurangan makanan. Sebelumnya, pasukan koalisi yang dipimpin Saudi telah membom pihak pemberontak Yaman. Koalisi itu berhasil membom 18 dari 22 provinsi wilayah kekuasaan pemberontak di Yaman. Hal itu malah makin memperburuk krisis kemanusiaan yang ada.
PBB mengatakan 731 orang tewas dan 2.754 terluka. Korban lebih banyak dari warga sipil antara bulan Maret dan April. "Keluarga yang berjuang untuk mengakses layanan kesehatan, air, makanan dan bahan bakar merupakan persyaratan dasar untuk kelangsungan hidup mereka," kata Johannes Van Der Klaauw, koordinator kemanusiaan PBB untuk Yaman."
Untuk meningkatkan bantuan, kita sangat membutuhkan sumber daya tambahan. Saya mendorong donor untuk bertindak sekarang untuk mendukung rakyat Yaman saat ini sangat membutuhkan," tuturnya.
PBB mengatakan setidaknya 150 ribu orang terlantar akibat pertempuran itu. Banyak dari mereka berada di tempat penampungan sementara. Bahkan menurut PBB, sebelum konflik saat ini, ada 15,9 juta orang atau 61 persen dari populasi Yaman diperkirakan membutuhkan beberapa jenis bantuan kemanusiaan. 
PBB telah mencoba membawa pihak-pihak yang bertikai kembali berunding, namun masih belum ada nada positif mengenai hal ini.
Pada Selasa 7 April, WHO melaporkan sedikitnya 540 orang tewas dan 1.700 lainnya terluka selama hampir tiga pekan itu.
"Keadaan kemanusiaan sangat genting dengan pemadaman listrik dan air serta kekurangan bahan bakar semakin memperburuk keadaan," demikian pernyataan WHO.
WHO memperkirakan Yaman memerlukan sekira USD62 juta (Rp620 miliar) untuk membayar kebutuhan kesehatannya. Sejauh ini, WHO menerima USD2,7 juta (Rp27 miliar) sumbangan dari Jepang.
Dalam sidang dengan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) setelah kunjungan-kunjungannya ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, pada Kamis (12 Februari), Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Ban Ki-moon memperingatkan bahwa Yaman “sedang runtuh” dan DK PBB tidak bisa berpangku tangan saja. Dia mencela pasukan Houthi, kelompok milisi sekte Syiah yang telah memojokkan Yaman ke dalam situasi huru-hara setelah menduduki ibukota Sanaa sejak September 2014 dan merebut kontrol Pemerintah pada pekan lalu. Menurut Sekjen Ban Ki-moon, ini merupakan tindakan kudeta dan pasukan Houthi harus mengembalikan kekuasaan serta menghapuskan tahanan rumah terhadap Presiden dan Perdana Menteri Yaman.
            Instabilitas keamanan dan politik di Yaman telah memaksa banyak negara Barat, diantaranya ada Amerika Serikat, Inggeris, Perancis dan Jerman menutup Kedutaan Besarnya di Sanaa, mengungsikan staf diplomat dan keluarga mereka pulang kembali ke kampung halaman, bersamaan itu memperingatkan para warga negaranya supaya secepat-cepatnya meninggalkan Yaman. Para staf Kedutaan Besar Amerika Serikat telah memusnahkan semua dokumen rahasia dan peralatan yang sensitif sebelum menarik kembali ke Tanah Air.

3.3 Peran Indonesia

Jika Indonesia tidak memanfaatkan potensi Muslim mayoritasnya sebagai kekuatan untuk loby ketika ada konflik di Timur tengah maka sama saja Pemerintah melakukan pengabaian terhadap warganya, imbas dari kealpaan itu adalah pemulangan WNI besar-besaran dari Irak, Suriah dan kini Yaman. Jumlah WNI di Yaman 4.159 orang dengan perincian 2.626 Mahasiswa, 1.488 Pekerja perusahaan Minyak dan Gas serta sisanya staf Kedutaan.
Saat ini kita tidak melihat Indonesia mengambil peran penting dalam menetralkan situasi yang bergejolak di Timur Tengah, padahal Indonesia memiliki kepentingan besar jika situasi aman dapat berlangsung permanen. Mestinya Pemerintah mendesak Konfrensi Negara-Negara Islam untuk menghentikan agresi, invasi Arab Saudi dan 10 negara pendukungnya terhadap Yaman, bahkan membawa persoalan ini kepada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selanjutnya Indonesia mendorong Dewan Keamanan PBB untuk mengambil peran menghentikan kehebohan yang hanya mengorbankan warga sipil yang tidak berdosa.
Menurut Dewan HAM PBB tercatat 93 warga sipil tewas, 364 lainnya terluka setelah gempuran pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi 6 hari terakhir untuk mengusir Al Houti dan angka ini akan terus bertambah seiring tidak adanya upaya gencatan senjata yang difasilitasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa,OKI dan lain sebagainya. Indonesia yang memiliki politik luar negeri “Bebas Aktif” tidak diperankan kembali oleh rezim hari ini.
Rezim jangan hanya larut mencari Investasi tapi juga tetap memperlihatkan dirinya sebagai bagian dari perdamaian dunia, karena itu wajib bagi Indonesia untuk berdialog dengan rezim Arab Saudi serta sekutunya agar menghentikan invasi terhadap Negeri Yaman. Jika dalam waktu dekat Pemerintah tidak bisa mengambil peran aktif maka dampaknya sejumlah Negara Arab termasuk Yaman akan sulit menjadi tempat belajar bagi para Mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Timur Tengah, serta Tenaga Kerja Indonesia kehilangan lahan kerja di Timur tengah.

Satu lagi momen yang bisa digunakan meskipun itu sangat terlambat yaitu Konfrensi Asia Afrika (KAA) yang akan di gelar di Bandung dalam waktu dekat, kemungkinan KAA akan dihadiri oleh 35 Negara dan baru 27 yang memberikan konfirmasi kedatangannya. Mungkinkah panitia bisa menambah agenda konferensi menajamkan sorotan negara-negara Asia Afrika terhadap konflik di Timur Tengah, lebih khusus dan urgen di Yaman. Bisakah KAA merekomendasikan penghentian invasi Saudi Arabia dan 10 sekutunya yang kini menjadi imperialisme baru sesama negara Arabnya, sekali lagi Indonesia memiliki peran strategis untuk perdamaian dunia yang harus digunakan.

No comments:

Post a Comment

Total Pageviews